Indonesia, dengan lebih dari seratus gunung api aktif, secara rutin menghadapi ancaman dan dampak dari aktivitas vulkanik. Di antara semua dampak, Erupsi Gunung bukan hanya peristiwa sesaat yang menimbulkan kerusakan, tetapi juga memicu efek jangka panjang yang signifikan pada sektor pertanian, terutama melalui sebaran abu vulkanik. Meskipun abu vulkanik sering dipandang sebagai berkah karena kandungan mineralnya yang tinggi, deposit tebal dan komposisi kimia tertentu dapat menimbulkan masalah serius yang membutuhkan strategi mitigasi dan pemulihan pertanian yang terencana dan mendalam.
Dampak langsung dari abu vulkanik terlihat jelas dalam kasus Erupsi Gunung Dukono di Halmahera Utara pada 27 Juli 2025. Abu vulkanik setebal 5 cm menutupi puluhan ribu hektar lahan pertanian. Lapisan abu ini menghambat proses fotosintesis pada tanaman, karena menutupi stomata dan menghalangi sinar matahari. Akibatnya, Dinas Pertanian Provinsi setempat melaporkan bahwa 5.000 hektar lahan kakao dan cengkeh mengalami gagal panen parsial, dengan kerugian ditaksir mencapai Rp2,5 miliar. Selain itu, partikel abu yang bersifat abrasif juga dapat merusak peralatan pertanian dan mengiritasi saluran pernapasan ternak.
Namun, yang lebih penting adalah dampak jangka menengah hingga panjang. Selama beberapa bulan pasca-erupsi, abu vulkanik dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah. Meskipun kaya akan kalium, fosfor, dan unsur hara mikro lainnya—yang memberikan kesuburan luar biasa pada tanah di sekitar gunung api—terkadang abu juga mengandung kadar sulfur dan fluoride yang tinggi. Konsentrasi tinggi dari unsur-unsur ini, khususnya setelah Erupsi Gunung berskala besar, dapat menyebabkan penurunan pH tanah (menjadi lebih asam), yang menghambat penyerapan nutrisi oleh tanaman, terutama tanaman pangan sensitif seperti padi dan sayuran.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan intervensi ilmiah dan dukungan teknis. Kementerian Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanah, telah mengirimkan 5 tim peneliti sejak 1 Agustus 2025 ke wilayah terdampak Dukono untuk menganalisis komposisi kimia abu vulkanik dan memberikan rekomendasi teknis. Rekomendasi tersebut meliputi penggunaan kapur pertanian (dolomite) untuk menetralkan keasaman tanah serta variasi komoditas yang lebih tahan asam. Selain itu, peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sangat vital. Petugas PPL di 20 desa sekitar Dukono telah dilatih untuk memberikan edukasi langsung kepada 3.000 petani mengenai metode pembersihan abu yang tepat dari daun tanaman dan teknik irigasi untuk mencuci lapisan abu. Dengan pendekatan yang terukur ini, dampak negatif dari Erupsi Gunung dapat diminimalkan, dan potensi kesuburan alami dari abu vulkanik dapat dimanfaatkan kembali, memastikan sektor pertanian segera pulih dan bahkan lebih produktif.
