Untuk Melacak Jejak kelahiran Republik, kita harus mengunjungi dua lokasi utama di Jakarta. Pertama adalah rumah perumusan, dan kedua adalah rumah pembacaan. Kedua lokasi ini menjadi saksi bisu, menampung ketegangan politik dan harapan besar yang puncaknya melahirkan Proklamasi Kemerdekaan.
Rumah pertama, kini Museum Perumusan Naskah Proklamasi, dulunya adalah kediaman Laksamana Tadashi Maeda. Meskipun Maeda adalah perwira Jepang, ia bersimpati dan menjamin keamanan Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo. Di ruang makannya yang tenang, dirumuskanlah teks sakral, menjadi langkah monumental yang mendahului kemerdekaan.
Melacak Jejak di sini terasa mendalam. Di ruangan itu, Soekarno menulis naskah klad dengan tangan, sementara tokoh lain memberikan masukan. Rumah Maeda adalah benteng di tengah hiruk pikuk Jakarta, menjadi titik nol pergerakan politik yang paling menentukan nasib bangsa, bebas dari intervensi militer Jepang.
Setelah naskah selesai diketik oleh Sayuti Melik, peristiwa berpindah ke Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, kediaman Soekarno. Di teras depan rumah sederhana inilah, pada 17 Agustus 1945, bendera Merah Putih dikibarkan untuk pertama kali, setelah Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan.
Sayangnya, rumah bersejarah di Pegangsaan Timur No. 56 (kini kawasan Taman Proklamasi) itu tidak lagi berdiri. Soekarno sendiri yang memerintahkan pembongkarannya pada 1961, dengan alasan agar semangat proklamasi dipusatkan pada Monumen Nasional (Monas). Namun, Melacak Jejak historisnya tetap penting.
Kini, di bekas lokasi rumah Pegangsaan Timur, berdiri Tugu Proklamasi dan patung Soekarno-Hatta. Monumen ini menjadi pengingat abadi bagi masyarakat untuk menghargai jasa para pendiri bangsa. Lokasi ini tetap menjadi sumbu sejarah yang menyalurkan spirit patriotisme kepada generasi penerus.
Melacak Jejak sejarah Proklamasi mengajarkan kita tentang keberanian, musyawarah, dan kebulatan tekad. Kedua rumah, baik tempat perumusan maupun tempat pembacaan, adalah narasi utuh tentang bagaimana sebuah Republik didirikan. Keduanya adalah warisan tak ternilai bagi Indonesia.
